Oleh : Edy Sukardi ( Ketua PDM Jakarta Selatan )
Saudaraku, kita pasti mengenal nama yang satu ini, penyair dan sastrawan angkatan 45. Dia adalah Chairil Anwar. Ya. Dia penyair dan sastrawan yang sangat fenomenal. Masyarakat mengenalnya sebagai penyair binatang jalang.
Salah satu sajaknya berjudul Doa. Rendra menyebut sajak ini sebagai sajak yang sangat relegius. Coba kita cermati sajak berikut ini
DOA
Kepada Pemeluk Teguh Tuhanku Dalam termangu Aku masih menyebut namamu Biar susah sungguh Mengingat kau penuh seluruh
Cayamu panas suci Tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku Aku hilang bentuk remuk
Tuhanku Aku mengembara di negri asing
Tuhanku Di pintumu aku mengetuk Aku tak bisa berpaling
(Chairil Anwar) Manusia yang lahir ke muka bumi ini pasti pernah mengalami salah, sebagaimana yang diungkap Rasulullah saw, “Setiap manusia pernah bersalah, dan sebaik-baik orang yang bersalah itu adalah yang kembali ke jalan Allah,” (H.R. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Hakim). Allah yang Maha Pengampun mengajak mereka untuk meninggalkan semua khilaf dan salahnya, dosa dan kesalahan-nya agar seegera kembali ke jalan Allah, siapa yang mau kembali ke jalan-Nya, niscaya dia berhak mendapatkan kasih sayang Allah. “Sesungguhnya, Allah sangat suka orang yang kembali ke jalan-Nya dan orang yang bersucikan dirinya”. (Q.S. Al-Baqarah [2] : 222) Mengapa masih saja ada orang yang tidak mau kembali, padahal Allah selalu membuka pintu taubatnya, melimpahkan kasih sayangnya, diberikan kepada siapa saja yang mau kembali kejalan-Nya. Ada beberapa sebab mengapa manusia yang disuruh kembali ke jalan Allah, mash saja berkutat di lembah dosa. Pertama, karena orang itu merasa dirinya sudah benar. Pokoknya, apa yang dilakukan, pendapatnya, kebijakannya dianggapnya benar. Sehingga untuk apa ia kembali ke jalan Allah, apa salah saya, apa dosa saya, itu fikirnya. Orang kalau merasa benar, otomatis ia tidak akan mengaku salah, dan orang tidak pernah bersalah, maka sampai kapanpun ia tidak akan mau bertobat kepada Allah. Inilah faktor utama mengapa Ia tidak mau kembali ke jalan Allah. Memang sungguh sangat disayangkan. Persoalannya adalah, apakah kebenaran yang selama ini dianut merupakan kebenaran mutlaq yang datangnya dari Allah dan Rasul-Nya, atau kebenaran yang hanya berlandaskan hawa nafsu belaka. “Maka pernahkan kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmunya.” (Q.S. Al-Jaatsiyah [45]: 23). Kedua, adalah ketika ia merasa umurnya masih panjang dan seakan ia tidak akan mati dalam waktu dekat. Apabila hal itu yang menjadi pegangannya, maka ketika ia diajak untuk membali ke jalan Allah, ia tidak mau mensegerakannya. Nanti aja deh. Benarkah cara berfikir semacam itu? Tentu saja keliru. Manusia tidak tahu, apa yang akan terjadi pada esok hari, manusia juga tidak tahu di bumi mana dia akan mati. Sudah terang jelas disebut dalam al-Qur’an, “Dan tidak seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusaha-kannya besok. Dan tidak seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana ia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS Luqman [31] : 34) Bahkan dalam ayat yang lain Allah menegaskan, “Setiap manusia memiliki ajal. Apabila ajalnya telah datang, mereka tidak dapat mengundurkannya sesaat pun dan tidak dapat pula memajukannya,” (Q.S. Al-Araf [7] : 34). Dari ayat ini harusnya kita sadar, bahwa masalah umur adalah hak mutlaknya Allah. Manusia memang boleh saja merencanakan akan batas waktu umurnya. Tapi itu sebatas rencana manusia, tapi Allah pun punya rencana, maka apabila itu berlawanan, maka yang pasti rencana Allah yang terjadi. Oleh karena itu tidak ada kata lain bagi manusia, untuk mengikuti ajakan Allah dan Rasul-Nya untuk mensegerakan diri memohan ampunan dari Allah. Ketiga adalah, ketika manusia lebih mengutamakan kehidupan dunia ketimbang kehidupan akherat. Kebanyakan orang semacam ini apabila diajak untuk kembali ke jalan Allah, jawabannya nanti dan nanti. Kalau sekarang maaf aja deh, saya lagi sibuk, banyak pekerjaan yang harus dikerjakan, dan lain sebagaimana. Karena begitu sibuk dan rakusnya manusia dengan urusan dunia sampai Rasulullah menegaskan, “Manusia kalau sudah dapat dua bukit emas, yang ada dalam fikirannya adalah berusaha untuk mendapatkan bukit emas yang ketiga,” (H.R. Bukhari) Begitulah watak manusia yang rakus kepada dunia yang tidak lagi berfikir untuk kepentingan akherat. Pokoknya kaki bakal kepala, kepala bakal kaki dilakoni demi mendapatkan fasilitas dunia itu. Apakah di dapat dengan cara yang halal dan benar atau dengan cara yang haram dan curang, itu tidak ada masalah dan tidak perlu difikiri yang penting harta dan jabatan itu didapat. Untuk orang semacam itu Allah swt mengingatkan, “Kata-kanlah, dan tidaklah kehidupan dunia itu melainkan kesenangan yang menipu” (Q.S. Al-Hadid [57] :20) Ketiga faktor di atas inilah yang dominan pada diri sesorang yang menyebabkan orang itu tidak mensegerakan diri menuju kepada ampunan Allah. Bagi orang yang beriman, tidak ada alasan untuk menunda ajakan Allah, untuk kembali ke jalanNya, “Hai orang-orang yang beriman, ber-taubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya” (Q.S. At-Tahrim [66] : 8) Tidak ada yang menjanjikan bahwa kehidupan di dunia akan penuh dengan kebahagiaan. Tidak ada yang mampu menjanjikannya, kecuali Allah Tuhan yang maha Kuasa. Bagi orang yang beriman, kebahagiaan yang kekal dijanji-kan dapat diraih di kehidupan selanjutnya. Sehingga setiap manusia yang lahir ke dunia harus siap menghadapi kenyataan bahwa hidup di dunia tidaklah mudah. Kehidupan di dunia akan menjadi suatu perjalanan yang harus ditempuh dengan penuh perjuangan. Keyakinan akan kekuasaan Tuhan adalah sesuatu yang mutlak harus dimiliki oleh setiap manusia yang mengaku ber-agama. Keyakinan itu kemudian akan membawa konsekuensi bahwa mau tidak mau mereka harus mengikuti seluruh kalimat-kalimat Tuhan dan para utusan-Nya yang memuat berbagai aturan dalam menjalani kehidupan di dunia. Aturan tersebut memang lebih banyak mengekang dan membatasi perilaku manusia, namun itulah yang seharusnya, jika manusia tetap ingin mempertahankan martabatnya sebagai mahluk yang memiliki peradaban. Jadi sebenarnya tidak ada yang bisa dijadikan dasar bagi orang yang beragama untuk menganggap bahwa mereka berhak menikmati segala apa yang mereka inginkan demi kebahagiaan hidup mereka di dunia. Saudarku seperti yang diungkapkan oleh Chairil Anwar, Tuhanku, di pintumu mengetuk, aku tidak bisa berpaling. Kita butuh Allah, kita merindukan kasih saying-Nya, kita meminta pertolongan kepada-Nya, kita berkeluh kesah keada-Nya. Wujud itu semua, kita bersyukur dan sujud kepda-Nya. Selamat Idul Fitri Taqabballahu minna wa minkum Minal aidin wal faizin
|