Oleh : H. Selamet Rujito ( Wakil Ketua PDM Jakarta Selatan )
Dalam do’a Ta’awwudz Muhammad Abduh menyatakan “Aku berlindung dari politik (siyasah), dan orang2 yang terlibat dalam politik”. WS Rendra dalam salah satu puisinya berujar “Hidup di bulan lebih baik daripada di bumi, saya percaya. Pada Politik saya tak percaya”. Kedua narasi tersebut menyatakan begitu kotornya politik. Sehingga sering kita dengar pernyataan, dalam politik tidak ada teman dan lawan abadi, yang ada adalah kepentingan abadi. Sehingga dapat dianggap wajar terkadang orang memandang para aktifis politik dengan pandangan penuh curiga, dan syak wasangaka. Tapi apakah benar seperti itu yang namanya politik?
Dalam pengertian yang paling sederhana politik adalah seni atau cara dalam mencapai tujuan. Secara harfiah dari akar katanya, politik berasal dari bahasa Yunani Politika yang artinya berhubungan dengan negara, polites (warga negara) atau polis (negara/kota). Secara umum politik dapat diartikan metode atau cara dalam mengelola kebijakan (policy) sebuah daerah/kota atau negara. Tidak ada sedikitpun terkandung makna dan arti yang negatif. Artinya politik bagi setiap orang adalah merupakan fitrah, karena tidak seorangpun dapat hidup tanpa politik. Karena dalam melakukan segala hal setiap orang akan dihadapkan pada pilihan-pilihan.
Pemahaman masyarakat kalau politik itu kotor adalah kesesatan nyata dalam berfikir. Kesimpulan itu diambil karena melihat phenomena semu dari realitas politik. Sebagian juga karena melihatnya dari kacamata kepentingan yang sempit. Rosulullah SAW dalam satu hadisnya yang diriwyatkan oleh Al.Hakim, menyatakan bahwa seorang hamba ketika bangun tidur gapaiannya bukan Allah maka dia bukan hambaku, dan seorang hamba yang ketika bangun tidur tidak ada dalam.pikirannya tentang kaum muslimin maka dia bukan umatku (HR Al Hakim)
Al Ghazali dalam satu ungkapannya mengatakan bahwa “Memperjuangkan kebaikan agama dan menguasai kekuasaan politik adalah seperti saudara kembar”. Lebih lanjut Al Ghazali mengatakan Agama adalah dasar perjuangan sedangkan politik mengawal perjuangan. Itulah mengapa di Muhammadiyah ada Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik yang salah satu urusannya terkait Politik.
Politik itu ibarat Instrumen musik yang dapat melahirkan orkestra musik yang indah dan luar biasa jika dimainkan oleh para ahli dan orang yang menguasainya. Akan tetapi bisa berubah menjadi kegaduhan dan kebisingan jika dimainkan oleh mereka yang tidak punya keahlian. Apalagi jika tujuannya bukan untuk keindahan nada. Maka menjadi penting mempersiapkan aktifis-aktifis politik yang handal dan tahan uji. Punya akhlak politik yang baik dan tidak terjebak dalam pemikiran yang pragmatis dan kepentingan sesaat. Sehingga jika seorang aktifis Muhammadiyah terjun ke Politik harus mampu mewarnai dan menjadi contoh. Bukan sebaliknya mengekor tanpa sikap yang jelas. Atau bahkan memanfa’atkan Muhammadiyah “hanya” sebagai jembatan dan batu loncatan untuk mencapai satu posisi tertentu. Dengan Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik yang berdaya, Insya Allah Aktifis Politik dari Muhammadiyah akan terjaga.
Oleh karenanya dari uraian diayas ber-politik itu sangat penting. Karena disanalah berpijaknya berbagai kebijakan publik, yang tentunya berkaitan dengan efektifitas da’wah Islam. Jika kita tidak punya kekuatan politik atau pengaruh dalam bidang politik maka perjuangan da’wah akan terasa lebih sulit dan berat.