Oleh :
H. Rahman Saleh
Ketua Majelis Pemberdayaan Masyarakat
PDM Jakarta Selatan
12 tahun yang lalu seorang teman mengajak saya ngopi di warkop di sebuah kota kecil. Dia adalah teman akrab saya di SMA. Setelah selesai menyelesaikan akademi teknik mesin di kota Solo dia menjadi ASN di lingkungan Kabupaten. Dahulu saya dan dia sering memperbincangkan tentang keajaiban renaisans di Eropa dan menjadi cara hidup bangsa Barat dalam mencapai kecemerlangan ekonomi dan industri.
Setelah bernostalgia tentang diskusi-diskusi tentang kemajuan Industri di Jerman, Singkat cerita kawan tadi ingin membiayai reuni untuk tahun depan. Saya sangat setuju dan antusias sekali. Gercep saya sampaikan di group alumni. Banyak yang menyambut baik dan antusias. Bagi saya yang kuliah di kota dengan biaya tinggi barang gratis adalah anugrah Tuhan dan Rezeki yang perlu di syukuri.
Tetapi isi kepala manusia memang tidak bisa di samakan. Ada seorang teman yang tidak setuju dengan ide tersebut, tetap saja kalau mau reuni tetap Iuran, walaupun pada tahun sebelumnya kebanyakan yang tidak hadir di sebabkan karena masalah Iuran. Yang tidak setuju ini bukanlah profil alumni yang dalan tanda kutip sukses secara akademik maupun bisnis. Tetapi lebih dari sekedar gengsi saja.
Beberapa kasus reuni memang seperti exhibisi kesuksesan, tetapi teman saya yang siap berdonatur tunggal ini bukan dalam rangka itu. Sejak saya kenal dia adalah orang yang low profil dan tidak pernah menunjukan arogansinya. Orangnya memang pemurah, setiap bulannya dia bersedekah kepada lembaga panti asuhan. tertentu dengan anonim.
Justru teman yang mengusulkan iuran merupakan pribadi yang keras kepala. Anaknya juga bukan good boy juga dengan catatan kenakalan yang di lakukan.
Akhir cerita sejak saat itu tidak ada reuni lagi. Saya sih senang senang saja. Bagi saya setiap kehidupan ada perubahan, dan tidak ada yang abadi kecuali perubahan itu sendiri.
Di kantin psikologi UI saya mencoba menceritakan kepada teman saya yang belum selesai kuliahnya tentang peristiwa itu, apakah ada fenomena itu dalam penjelasannya. Sebelum menyimpulkan beberapa profiling dari teman yang menolak donatur tunggal dan ngotot sistem iuran. Saya sampaikan bahwa yang bersangkutan memang tidak sukses akademik, bisnis maupun ekonominya. Dan teman tadi menduga mungkin yang menolak bantuan merupakan bagian dari mental kepiting atau crab mentality.
Crab mentality adalah fenomena psikologis yang tidak baru. Sekilas mungkin Anda melihat fenomena beberapa kepiting dimasukan dalam ember secara bersamaan. Mereka menarik satu sama lain agar tidak ada yang keluar sebagai solidaritas karena tidak ingin temannya dimakan. Akan tetapi, ketika dilihat dengan saksama maknanya tidak selalu demikian.
Dibanding bertahan hidup atau melarikan diri dari kelompoknya, kepiting memilih untuk mati bersama. Perilaku ini adalah analogi dari pola pikir egois dan iri terhadap kesuksesan orang lain yang disebut sebagai crab mentality atau mentalitas kepiting.
Dilansir dari Psychology Today, crab mentality adalah analogi dari perilaku egois yang iri terhadap kesuksesan orang lain. Maka itu, ketika salah satu di antara kepiting tersebut berusaha keluar, kepiting lainnya berusaha menahan kepiting tersebut.
Perilaku ini mungkin kerap Anda lihat di dunia nyata ketika beberapa orang dalam suatu kelompok mencoba menjatuhkan orang (yang juga satu kelompok dengan mereka) mengalami kemajuan. Beberapa contoh perilakunya adalah mengkritik, meremehkan, hingga memanipulasi orang.
Mentalitas kepiting mungkin dapat diartikan sebagai: “Jika saya tidak dapat memilikinya, Anda pun tidak bisa.” Contoh lain dari crab mentality mungkin dapat dilihat saat Anda bersekolah dan teman mengajak untuk tidak ikut kelas tertentu agar mereka tidak membolos sendirian.
Situasi ini tidak jarang membuat Anda kesulitan untuk merasa tulus menghargai pencapaian teman sendiri. Maka itu, crab mentality menimbulkan perasaan iri melihat kesuksesan orang lain, sehingga mencoba membuat orang tersebut berada di level yang sama.
FAKTOR PENYEBAB CRAB MENTALITY
Ada beberapa hal yang menyebabkan fenomena crab mentality ini terjadi. Salah satunya adalah ketergantungan manusia dalam hidup berkelompok.
Umumnya, manusia bergabung satu sama lain untuk memudahkan mereka mencapai tujuan bersama. Sementara itu, hidup berkelompok juga berarti akan ada persaingan dalam hal makanan dan pasangan.
Suka atau tidak, mentalitas kepiting dapat terjadi karena berbagai faktor, seperti cemburu, malu, dendam, harga diri yang rendah, hingga sifat kompetitif.
Terlebih lagi Anda sangat peduli dengan posisi sosial di kelompok tersebut begitu juga orang lain, terlepas bagaimana niatnya. Akibatnya, sifat kompetitif tersebut pun muncul.
Crab mentality menghasilkan hubungan yang tidak sehat dalam sebuah kelompok karena tidak akan menguntungkan siapa pun. Kritik terhadap kesuksesan dan kebahagiaan orang lain tidak akan benar-benar mengangkat Anda ke level yang sama meskipun terasa seperti itu.
Walaupun sindrom ini menghasilkan perasaan positif terhadap orang yang melakukannya, tidak menutup kemungkinan efeknya tidak berlangsung lama. Pasalnya akan selalu ada orang yang lebih kaya, pintar, dan beruntung dari orang lain.
CARA MENGATASI CRAB MENTALITY
Crab mentality adalah perilaku yang dapat terjadi dalam berbagai situasi pada siapa saja, termasuk Anda sebagai pelaku atau orang yang mengalaminya.
Anda perlu mencoba memahami mereka yang ingin menarik diri Anda ke level yang sama sebagai bentuk dari pertahanan. Hal ini pun dapat terjadi ketika anggota keluarga terlihat menentang kemajuan Anda. Padahal mereka khawatir bahwa Anda akan meninggalkan mereka karena kesuksesan tersebut.
Oleh karena itu, agar Anda lebih sadar terhadap sindrom ini, memperdalam kesadaran diri sendiri ternyata diperlukan. Hal ini bertujuan agar dapat berdamai dengan perasaan ini dan tetap berada di ‘atas’
Ciri-ciri crab mentality antara adalah :
1. Berpikiran bahwa orang lain tidak bisa lebih baik atau sukses daripada diri sendiri.
2. Sering mengkritik dan menyalahkan orang lain.
3. Iri dan marah ketika melihat orang lain sukses.
4. Selalu berasumsi negatif tentang pencapaian orang lain.
5. Sangat kompetitif sehingga menimbulkan energi negatif.
6. Beranggapan bahwa kesuksesan orang lain didapat karena keberuntungan dan privilese, bukan karena usaha.
7. Cenderung berbicara negatif tentang orang lain.
8. Tidak mampu bekerja sama dengan baik dengan orang lain.
9. Selalu mengeluh dan mengkritik, tanpa berusaha memecahkan masalah
Cara menghindari crab mentality
1. Tetap gigih dan optimis untuk mencapai kesuksesan
2. Percaya pada diri sendiri
3. Jangan mudah terhasut oleh orang yang memiliki mental kepiting
4. Yakin dengan keinginan Anda
5. Evaluasi diri
6. Jangan menyerah ketika mengalami kegagalan
7. Ingat bahwa kegagalan adalah bagian dari proses menuju kesuksesan
Di Bulan Puasa ini sering di lakukan buka puasa bersama sekaligus reuni. Semoga ringkasan tulisan saya ini berguna dan menjadi refleksi sekaligus tips agar kesehatan mental kita tetap terjaga. Kesuksesan teman seharusnya kita respon dengan kebahagian dan mensyukuri karena bisa belajar banyak atas kesuksesan dan di adopsi dan di adaptasikan dengan dunia kita yang tentunya berbeda dengan teman kita.
Akhir kata semoga kita tetap menjadi manusia yang sehat, terus mengembangkan diri dan meraih kesuksesan di dunia dan cara kita sendiri.
Wallahu ‘alam bi shawab.