Prof. Yunan: Kenapa Anak Kita Sulit Diatur?

Jakselmu.id | Jakarta. – Dengan melemparkan sebait pantun yang cukup menggelitik, Prof. Dr. Yunan Yusuf, M.A, mengisi Malam Bina Iman dan Takwa (MABIT) ke 49, Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Kebayoran Baru Jakarta Selatan yang digelar di Masjid At-Taqwa Jl. Limau 2 Kebayoran Baru Jakarta
Selatan Rabu, (28/05/25).

Dalam Thausiyahnya, Prof. Yunan membawakan judul “Implementasi Ibadah Haji Dan Qurban Dalam Kehidupan”
Dimana Implementasi itu sendiri harus mempunyai 3 syarat” ucap Prof. Yunan.

Adapun syarat Yang Pertama kata Prof. Yunan adalah, Saya itu ada kalau saya itu Berfikir. Jadi dalam berfikir selalu menggunakan akal yang ada di kepala.

Sedangkan Yang Kedua, lanjut Prof.Yunan Adalah Saya baru ada kalau Saya merespon. Dalam merespon harus selalu peka dan sensitif.

“Dan Yang Ketiga adalah, Saya akan Berbuat atau Bekerja karena Saya ada” tambah Prof. Yunan.

Terkait dengan perintah Allah untuk melaksanakan Ibadah Qurban, bahwa sesungguhnya Qurban itu bukan sekedar Darah atau Daging saja,” ujar Prof. Yunan.

“Namun, pengertian dari Qurban itu sendiri bermakna Dekat,” terang Prof. Yunan.

“Dekat disini adalah bahwa Allah itu tidak bisa diukur dengan Jarak namun hanya bisa diukur dengan hati,” imbuhnya.

“Jadi Qurban itu bukan ada didaging atau didarah, namun ada pada Taqwa. Sehingga konteks dari berqurban itu adalah, menggabungkan antara Berfikir, Merespon dan Berbuat,” sambung Prof. Yunan.

“Mengenai Implementasi ibadah Haji, adalah merupakan simbol pertemuan umat Islam dari seluruh dunia, dimana dalam pertemuan tersebut diputuskan untuk membuat suatu kesepakatan tentang pengambilan sikap umat Islam atas sesuatu, misalnya tindakan boykot umat Islam terhadap produk-produk yang mendukung Zionis Israel,” jelas Prof. Yunan.

Sebelum berakhirnya Thausiyah, terjadi dialog interaktif dimana ada satu pertanyaan dari peserta MABIT yang menanyakan tentang mengapa anaknya sulit untuk diatur.

Mengutip dari Hadits Nabi Muhammad SAW Prof. Yunan mengatakan bahwa, anak itu bagai kertas putih yang suci, maka orang tualah yang menjadikan dia karakternya seperti Yahudi, Nasrani atau Majusi,

Dengan demikian, maka semua itu kembali lagi kepada Orang tuanya dalam mendidik anaknya tersebut ketika masih kecil, mau dibawa kemana karakternya nanti ketika ia sudah besar, tutup Prof. Dr. Yunan Yusuf M.A. (Wan)

Share the Post:

Related Posts